Berbekam merupakan salah satu pengobatan cara nabi yang praktiknya mengenluarkan racun atau darah kotor dari tubuh. Namun apakah orang yang telah berpuasa tetap diperbolehkan untuk bekam? Ulama berbeda pendapat mengenai larangan berbekam bagi yang berpuasa. Pendapat yang mengatakan bahwa melakukan terapi bekam pada saat puasa haram adalah Syekh Ibnu Taimiyah. Beliau mendasarkan pendapatnya pada hadist yang berbunyi, "Orang yang membekam dan dibekam, batal puasanya."
Berangkat dari hadist tersebut, maka Ibnu Taimiyah menghukumi terapi bekam sebagai perbuatan yang haram karena dapat membatalkan puasanya orang yang melakukan dan dilakukan (terapi). Pendapat Syekh Ibnu Taimiyyah ini kemudian diikuti oleh Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, Ibnu Baz, dan sebagainya.
Dasar Hukum
Sementara itu, terdapat ulama yang menghukumi bahwa terapi bekam boleh (mubah). Hal ini didasarkan pada beberapa hadist, antara lain hadist Nabi dari Ibnu Abbas, "Beliau berbekam ketika sedang puasa." Selain itu, hadist nabi yang juga sahih dari Sahabat Abu Said Al Khudri yang berkata, "Rasulullah memberikan rukshoh (keringanan) mengenai berbekamnya orang yang berpuasa."
Hadist inilah yang dikatakan oleh para ulama yang menghapus / menasakh hadist yang berbunyi, "Orang yang membekam dan dibekam batal puasanya." Alasannya karena rukshoh terjadi ketika sebelumnya ada penekanan mengenai batalna puasa dengan bekam, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnu Hadzm dan lain-lain.
Sementara itu, menurut Imam Malik di dalam kitab Muwato' dan Imam Syafi'i mengatakan bahwa hukum terapi bekam boleh saja jika saat berpuasa, namun dengan catatan tidak menjadikan orang yang dibekam menjadi lemah sehingga menjadikan orang yang melakukan terapi bekam menjadi berbuka puasanya. Tapi jika menyebabkan lemah pada orang yang dibekam, maka hukum terapi bekam tersebut makruh.
Qiyas Ulama
Kemudiaan Imam Syafii mengatakan bahwa di dalam hadist Ibnu Abbas terdapat qiyas bahwa puasa tidak batal lantaran keluarnya sesuatu dari tubuh, kecuali seseorang yang mengeluarkan isi perutnya dengan sengaja memuntahkannya. Batalnya puasa hanyalah karena memasukkan sesuatu ke dalam tubuh, merasakan kenikmatan hubungan intim suami istri atau muntah sengaja. Jadi batalnya karena ia mengeluarkan sesuatu dari perut atau memasukkan sesuatu ke dalamnya dengan sengaja.
Di dalam kitab Ikhfatul Hadist Assyafii menyebutkan, "Yang saya ingat riwayat dari sebagian sahabat, Tabiin dan kebanyakan ulama Madinah adalah bahwa seseorang tidak batal puasanya karena berbekam."
Berangkat dari hadist tersebut, maka Ibnu Taimiyah menghukumi terapi bekam sebagai perbuatan yang haram karena dapat membatalkan puasanya orang yang melakukan dan dilakukan (terapi). Pendapat Syekh Ibnu Taimiyyah ini kemudian diikuti oleh Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, Ibnu Baz, dan sebagainya.
Dasar Hukum
Sementara itu, terdapat ulama yang menghukumi bahwa terapi bekam boleh (mubah). Hal ini didasarkan pada beberapa hadist, antara lain hadist Nabi dari Ibnu Abbas, "Beliau berbekam ketika sedang puasa." Selain itu, hadist nabi yang juga sahih dari Sahabat Abu Said Al Khudri yang berkata, "Rasulullah memberikan rukshoh (keringanan) mengenai berbekamnya orang yang berpuasa."
Hadist inilah yang dikatakan oleh para ulama yang menghapus / menasakh hadist yang berbunyi, "Orang yang membekam dan dibekam batal puasanya." Alasannya karena rukshoh terjadi ketika sebelumnya ada penekanan mengenai batalna puasa dengan bekam, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnu Hadzm dan lain-lain.
Sementara itu, menurut Imam Malik di dalam kitab Muwato' dan Imam Syafi'i mengatakan bahwa hukum terapi bekam boleh saja jika saat berpuasa, namun dengan catatan tidak menjadikan orang yang dibekam menjadi lemah sehingga menjadikan orang yang melakukan terapi bekam menjadi berbuka puasanya. Tapi jika menyebabkan lemah pada orang yang dibekam, maka hukum terapi bekam tersebut makruh.
Qiyas Ulama
Kemudiaan Imam Syafii mengatakan bahwa di dalam hadist Ibnu Abbas terdapat qiyas bahwa puasa tidak batal lantaran keluarnya sesuatu dari tubuh, kecuali seseorang yang mengeluarkan isi perutnya dengan sengaja memuntahkannya. Batalnya puasa hanyalah karena memasukkan sesuatu ke dalam tubuh, merasakan kenikmatan hubungan intim suami istri atau muntah sengaja. Jadi batalnya karena ia mengeluarkan sesuatu dari perut atau memasukkan sesuatu ke dalamnya dengan sengaja.
Di dalam kitab Ikhfatul Hadist Assyafii menyebutkan, "Yang saya ingat riwayat dari sebagian sahabat, Tabiin dan kebanyakan ulama Madinah adalah bahwa seseorang tidak batal puasanya karena berbekam."
Sumber : http://www.dream.co.id
0 comments
Post a Comment