Bata yang menyusun masjid ini terbuat dari lumpur yang dicetak dan kemudian dikeringkan di bawah terik matahari. Warga setempat menyebut bata dari lumpur itu dengan nama ferey.
Masjid Besar Djenne memiliki arsitektur sangat unik. Masjid yang terletak di Djenne, Ibukota Mali ini dibangun dari lumpur. Sebagaimana bangunan-bangunan lain yang berdiri di kota tersebut.
Bata yang menyusun masjid ini terbuat dari lumpur yang dicetak dan kemudian dikeringkan di bawah terik matahari. Warga setempat menyebut bata dari lumpur itu dengan nama ferey. Batu bata itu kemudian disusun dan diplester dengan lumpur.
Dinding-dindingnya memiliki dekorasi dari balok-balok dari batang kelapa, yang disebu toron. Dekorasi-dekorasi ini menonjol sekitar 60 sentimeter dari permukaan dinding.
Dekorasi ini berfungsi sebagai perancah saat renovasi tahunan. Di bagian atap, terdapat keramik yang menonjol ke luar dinding, sehingga air hujan tak langsung menerpa dinding lumpur ini.
Masjid ini berukuran 75 meter kali 75 meter. Pondasinya dibuat tiga meter di atas rata-rata permukaan tanah. Sehingga saat Sungai Bani meluap, bangunan ini tetap aman. Untuk masuk ke masjid ni harus melalui tanga. Ada enam tangga yang dibangun. Pintu masuk utama berada di sebelah utara.
Masjid ini menghadap ke timur, ke arah Kabah di Kota Mekah yang menjadi kiblat umat Muslim di seluruh dunia. Di depan masjid ini terdapat tiga menara besar dengan bentuk kotak.
Menara tertinggi berada di tengah, yang menjulang 16 meter. Di bagian pucuknya berbentuk kerucut dengan dihiasi telus burung unta di bagian puncaknya. Ruang utama untuk ibadah berukuran 26 meter kali 50 meter. Lantai masjid ini merupakan tanah berpasir.
Bagian mihrab masjid ini cukup unik. Mihrab yang biasa ditempati oleh imam salat itu dihubungkan dengan sebuah ruang kecil yang ada di bagian atas. Di masa awal, ruangan kecil ini ditempati oleh seorang petugas yang mengulangi isi ceramah sang imam sehingga terdengar oleh penduduk kota. Di sebelah kanan mihrab terdapat mimbar.
Tak diketahui secara pasti kapan cikal bakal masjid ini dibangun. Namun diyakini asal mula masjid ini dibangun pada abad ke-13. Penduduk setempat menduga masjid pertama itu dibangun antara tahun 1200-an hingga 1300-an.
Sementara, dokumen tertua yang menyebut masjid ini adalah Tarikh al-Sudan. Dokumen semacam babad ini menyebut masjid itu sudah ada sejak pertengahan abad ke-17. Tarikh al-Sudan menyebut, Sultan Kunburu masuk Islam dan meruntuhkan istananya.
Kemudian, istana tersebut diganti dengan sebuah masjid. Sultan Kunburu membuat istana lagi yang letaknya di sebelah timur masjid ini. Kemudian, para penerusnya membangun menara dan tembok masjid.
ak ada informasi tentang Masjid Besar Djenne ini, hingga pengembara asal Prancis, Renne Caillie, mendatangi Djenne pada 1828. Kala itu Caillie menulis sebuah masjid dibangun di Djenne. Masjid itu dibangun dari tanah. Ada tembok besar, namun tak ada menara. Bangunannya juga sangat kasar. Namun yang jelas, masjid yang berdiri saat ini dibangun pada tahun 1907. Masjid itu dibangun dengan tenaga buruh dengan arahan Ismaila Traore, kepala serikat tukang batu di Djenne. Pada tahun 1988, masjid ini dimasukkan sebagai Situs Peningalan Dunia oleh UNESCO.
dream.co.idMasjid Besar Djenne memiliki arsitektur sangat unik. Masjid yang terletak di Djenne, Ibukota Mali ini dibangun dari lumpur. Sebagaimana bangunan-bangunan lain yang berdiri di kota tersebut.
Bata yang menyusun masjid ini terbuat dari lumpur yang dicetak dan kemudian dikeringkan di bawah terik matahari. Warga setempat menyebut bata dari lumpur itu dengan nama ferey. Batu bata itu kemudian disusun dan diplester dengan lumpur.
Dinding-dindingnya memiliki dekorasi dari balok-balok dari batang kelapa, yang disebu toron. Dekorasi-dekorasi ini menonjol sekitar 60 sentimeter dari permukaan dinding.
Dekorasi ini berfungsi sebagai perancah saat renovasi tahunan. Di bagian atap, terdapat keramik yang menonjol ke luar dinding, sehingga air hujan tak langsung menerpa dinding lumpur ini.
Masjid ini berukuran 75 meter kali 75 meter. Pondasinya dibuat tiga meter di atas rata-rata permukaan tanah. Sehingga saat Sungai Bani meluap, bangunan ini tetap aman. Untuk masuk ke masjid ni harus melalui tanga. Ada enam tangga yang dibangun. Pintu masuk utama berada di sebelah utara.
Masjid ini menghadap ke timur, ke arah Kabah di Kota Mekah yang menjadi kiblat umat Muslim di seluruh dunia. Di depan masjid ini terdapat tiga menara besar dengan bentuk kotak.
Menara tertinggi berada di tengah, yang menjulang 16 meter. Di bagian pucuknya berbentuk kerucut dengan dihiasi telus burung unta di bagian puncaknya. Ruang utama untuk ibadah berukuran 26 meter kali 50 meter. Lantai masjid ini merupakan tanah berpasir.
Bagian mihrab masjid ini cukup unik. Mihrab yang biasa ditempati oleh imam salat itu dihubungkan dengan sebuah ruang kecil yang ada di bagian atas. Di masa awal, ruangan kecil ini ditempati oleh seorang petugas yang mengulangi isi ceramah sang imam sehingga terdengar oleh penduduk kota. Di sebelah kanan mihrab terdapat mimbar.
Tak diketahui secara pasti kapan cikal bakal masjid ini dibangun. Namun diyakini asal mula masjid ini dibangun pada abad ke-13. Penduduk setempat menduga masjid pertama itu dibangun antara tahun 1200-an hingga 1300-an.
Sementara, dokumen tertua yang menyebut masjid ini adalah Tarikh al-Sudan. Dokumen semacam babad ini menyebut masjid itu sudah ada sejak pertengahan abad ke-17. Tarikh al-Sudan menyebut, Sultan Kunburu masuk Islam dan meruntuhkan istananya.
Kemudian, istana tersebut diganti dengan sebuah masjid. Sultan Kunburu membuat istana lagi yang letaknya di sebelah timur masjid ini. Kemudian, para penerusnya membangun menara dan tembok masjid.
ak ada informasi tentang Masjid Besar Djenne ini, hingga pengembara asal Prancis, Renne Caillie, mendatangi Djenne pada 1828. Kala itu Caillie menulis sebuah masjid dibangun di Djenne. Masjid itu dibangun dari tanah. Ada tembok besar, namun tak ada menara. Bangunannya juga sangat kasar. Namun yang jelas, masjid yang berdiri saat ini dibangun pada tahun 1907. Masjid itu dibangun dengan tenaga buruh dengan arahan Ismaila Traore, kepala serikat tukang batu di Djenne. Pada tahun 1988, masjid ini dimasukkan sebagai Situs Peningalan Dunia oleh UNESCO.
0 comments
Post a Comment