Gunung Athos secara resmi dikenal sebagai daerah otonom monastik Gunung Suci. Tempat ini berada di semenanjung Yunani, Halkidiki.
Tradisi monastik yang dilakukan di gunung ini akan membawa kita kembali ke masa 800 M dan era Bizantium. Kini, Gunung Athos menjadi rumah bagi 20 biara Ortodoks Timur, dan 2.000 biarawan dari Yunani, serta negara-negara ortodoks timur lainnya seperti Bulgaria, Rusia, dan Serbia.
Di tempat ini, para biarawan akan menjalani kehidupan asketis, terisolasi dari dunia luar. Meskipun Gunung Suci secara teknis menjadi bagian dari Uni Eropa, hampir segala hal yang terjadi di tempat ini diatur sendiri.
Otoritas Gunung Suci juga membatasi keluar-masuk orang dan barang di wilayah mereka, kecuali jika izin resmi telah diberikan. Itulah mengapa beberapa tradisi yang dilakukan di Gunung Athos terlihat aneh bagi dunia luar.
Di sini, orang hanya akan mengikuti waktu Bizantium, yang berarti hari dimulai saat matahari terbenam. Dan selama lebih dari 1.000 tahun, perempuan dilarang menginjakkan kaki mereka di gunung ini. Bahkan, hewan betina dari spesies, seperti anjing, sapi, kucing, juga tidak diizinkan untuk masuk. Hanya burung dan serangga yang dibebaskan dari aturan tersebut.
Hanya laki-laki, terutama yang tenang dan bersikap saleh, yang diizinkan untuk mengunjungi Gunung Athos, menghadiri layanan gereja, makan dengan para biarawan dan bahkan juga menginap di salah satu biara. Satu-satunya cara untuk melihat keindahan bukit-bukit dan biara-biara kuno di Gunung Athos bagi pengunjung wanita, adalah dengan melihatnya dari kejauhan - dari atas perahu.
Mengingat bahwa tujuan utama dari para biarawan Gunung Athos adalah untuk menjadi lebih dekat dengan Tuhan, mereka akan menghabiskan hari-hari mereka dengan berdoa sepanjang hari. Mereka juga mengenakan jubah hitam yang menandakan kematian mereka dari dunia luar, dan mereka akan menghabiskan setiap menit waktu mereka untuk berdoa atau berdiam diri. Setelah pelayanan gereja wajib gereja - selama 8 jam - selesai, mereka akan menghabiskan waktu mereka yang tersisa di luar gereja. Mereka akan berdoa secara individu, dan membuat bibir mereka terus bergerak di bawah janggut mereka yang panjang.
Menurut para biarawan, tidak adanya perempuan di gunung itu bisa membuat gaya hidup yang mereka pilih jadi lebih mudah untuk dilakukan. Mereka sangat percaya bahwa absennya perempuan secara drastis dapat mengubah dinamika masyarakat mereka, yang telah dirancang secara hati-hati untuk membawa mereka menuju pencerahan spiritual.
Menariknya, satu-satunya pengaruh perempuan yang diterima dan bahkan dihormati oleh para biarawan dari Athos adalah Perawan Maria. Legenda setempat mengatakan bahwa Bunda Kristus sedang berlayar di semenanjung suci, ketika badai meniup kapal itu menuju Gunung Athos. Setelah mendarat, dia mulai menanamkan ajarannya dan kemudian segera mengubah setiap orang di semenanjung itu.
Bertahun-tahun kemudian, para biarawan mulai mengabdikan hidup mereka hanya untuk Maria. Alasan inilah yang diyakini menjadi dasar kenapa para biarawan itu tidak ingin ada perempuan lain yang lebih cemerlang dari Lady of Angels mereka, sehingga mereka melarang semua perempuan untuk datang ke daerah tersebut. Bahkan, gambar Bunda Maria menjadi satu-satunya tanda kehadiran perempuan di seluruh Athos.
Meskipun praktik ini telah mendapat pengakuan selama beberapa abad, hal itu telah menarik sejumlah kontroversi. Hal itu tidak bisa dihindari, mengingat bahwa kondisi sosial telah berubah sejak 1046, ketika Kaisar Bizantium Constantine Monomachos mengeluarkan Chrysobull, yang melarang perempuan memasuki semenanjung suci.
Sebagai bagian dari gerakan yang berkembang untuk mengusung kesetaraan gender dalam agama Kristen, sejumlah perempuan ortodoks sekarang bersikeras bahwa itu adalah hak teologis dan politik mereka untuk berbagi gunung suci. Pada tahun 2003, Resolusi Parlemen Eropa mengecam larangan mengunjungi gunung suci sebagai pelanggaran kesetaraan seksual dan kebebasan warga negara.
Anna Karamanou, salah satu anggota dari pergerakan yang mengusung diizinkannya perempuang untuk memasuki Athos, mengatakan: "Gereja-gereja Katolik dan Ortodoks masih menolak untuk mengakui bahwa pria dan wanita memiliki nilai yang sama dan layak dihormnati dan memiliki hak yang sama."
Para biarawan bersikeras bahwa mereka tidak melihat larangan mereka sebagai isu ketidaksetaraan seksual. Sebaliknya, mereka menyebutnya sebagai masalah iman. Dositej Hilandarac, seorang biarawan dari biara Athonian Hilandar menjelaskan bahwa mereka tidak memiliki masalah dengan perempuan.
Terlepas dari aturan-aturan yang ketat, ada saat-saat ketika Gunung Athos membuat pengecualian. Perempuan dan anak-anak diperbolehkan memasuki tempat itu selama perang dan epidemi. Pada tahun 1347, Ratu Serbia Jelena Kantakuzin mencari perlindungan di gunung suci dari wabah besar. Dan Putri Serbia Mara Brankovic juga mendapatkan izin untuk mengunjungi beberapa biara di Athos untuk berdonasi.
Filsuf Prancis Maryse Choisy bahkan pernah menyamar sebagai anak laki-laki, dan menghabiskan beberapa waktu berkeliaran di sekitar Gunung Athos, sebelum dia ditemukan dan diusir. Untuk saat ini, para biarawan mengatakan bahwa hanya ada satu kondisi di mana hal itu bisa terjadi. Menurut Anthonian Pastor Christos Mitsios, larangan itu bisa dihapuskan jika manusia bisa kembali suci sebelum dosa awal mereka.
merdeka.com Tradisi monastik yang dilakukan di gunung ini akan membawa kita kembali ke masa 800 M dan era Bizantium. Kini, Gunung Athos menjadi rumah bagi 20 biara Ortodoks Timur, dan 2.000 biarawan dari Yunani, serta negara-negara ortodoks timur lainnya seperti Bulgaria, Rusia, dan Serbia.
Di tempat ini, para biarawan akan menjalani kehidupan asketis, terisolasi dari dunia luar. Meskipun Gunung Suci secara teknis menjadi bagian dari Uni Eropa, hampir segala hal yang terjadi di tempat ini diatur sendiri.
Otoritas Gunung Suci juga membatasi keluar-masuk orang dan barang di wilayah mereka, kecuali jika izin resmi telah diberikan. Itulah mengapa beberapa tradisi yang dilakukan di Gunung Athos terlihat aneh bagi dunia luar.
Di sini, orang hanya akan mengikuti waktu Bizantium, yang berarti hari dimulai saat matahari terbenam. Dan selama lebih dari 1.000 tahun, perempuan dilarang menginjakkan kaki mereka di gunung ini. Bahkan, hewan betina dari spesies, seperti anjing, sapi, kucing, juga tidak diizinkan untuk masuk. Hanya burung dan serangga yang dibebaskan dari aturan tersebut.
Hanya laki-laki, terutama yang tenang dan bersikap saleh, yang diizinkan untuk mengunjungi Gunung Athos, menghadiri layanan gereja, makan dengan para biarawan dan bahkan juga menginap di salah satu biara. Satu-satunya cara untuk melihat keindahan bukit-bukit dan biara-biara kuno di Gunung Athos bagi pengunjung wanita, adalah dengan melihatnya dari kejauhan - dari atas perahu.
Mengingat bahwa tujuan utama dari para biarawan Gunung Athos adalah untuk menjadi lebih dekat dengan Tuhan, mereka akan menghabiskan hari-hari mereka dengan berdoa sepanjang hari. Mereka juga mengenakan jubah hitam yang menandakan kematian mereka dari dunia luar, dan mereka akan menghabiskan setiap menit waktu mereka untuk berdoa atau berdiam diri. Setelah pelayanan gereja wajib gereja - selama 8 jam - selesai, mereka akan menghabiskan waktu mereka yang tersisa di luar gereja. Mereka akan berdoa secara individu, dan membuat bibir mereka terus bergerak di bawah janggut mereka yang panjang.
Menurut para biarawan, tidak adanya perempuan di gunung itu bisa membuat gaya hidup yang mereka pilih jadi lebih mudah untuk dilakukan. Mereka sangat percaya bahwa absennya perempuan secara drastis dapat mengubah dinamika masyarakat mereka, yang telah dirancang secara hati-hati untuk membawa mereka menuju pencerahan spiritual.
Menariknya, satu-satunya pengaruh perempuan yang diterima dan bahkan dihormati oleh para biarawan dari Athos adalah Perawan Maria. Legenda setempat mengatakan bahwa Bunda Kristus sedang berlayar di semenanjung suci, ketika badai meniup kapal itu menuju Gunung Athos. Setelah mendarat, dia mulai menanamkan ajarannya dan kemudian segera mengubah setiap orang di semenanjung itu.
Bertahun-tahun kemudian, para biarawan mulai mengabdikan hidup mereka hanya untuk Maria. Alasan inilah yang diyakini menjadi dasar kenapa para biarawan itu tidak ingin ada perempuan lain yang lebih cemerlang dari Lady of Angels mereka, sehingga mereka melarang semua perempuan untuk datang ke daerah tersebut. Bahkan, gambar Bunda Maria menjadi satu-satunya tanda kehadiran perempuan di seluruh Athos.
Meskipun praktik ini telah mendapat pengakuan selama beberapa abad, hal itu telah menarik sejumlah kontroversi. Hal itu tidak bisa dihindari, mengingat bahwa kondisi sosial telah berubah sejak 1046, ketika Kaisar Bizantium Constantine Monomachos mengeluarkan Chrysobull, yang melarang perempuan memasuki semenanjung suci.
Sebagai bagian dari gerakan yang berkembang untuk mengusung kesetaraan gender dalam agama Kristen, sejumlah perempuan ortodoks sekarang bersikeras bahwa itu adalah hak teologis dan politik mereka untuk berbagi gunung suci. Pada tahun 2003, Resolusi Parlemen Eropa mengecam larangan mengunjungi gunung suci sebagai pelanggaran kesetaraan seksual dan kebebasan warga negara.
Anna Karamanou, salah satu anggota dari pergerakan yang mengusung diizinkannya perempuang untuk memasuki Athos, mengatakan: "Gereja-gereja Katolik dan Ortodoks masih menolak untuk mengakui bahwa pria dan wanita memiliki nilai yang sama dan layak dihormnati dan memiliki hak yang sama."
Para biarawan bersikeras bahwa mereka tidak melihat larangan mereka sebagai isu ketidaksetaraan seksual. Sebaliknya, mereka menyebutnya sebagai masalah iman. Dositej Hilandarac, seorang biarawan dari biara Athonian Hilandar menjelaskan bahwa mereka tidak memiliki masalah dengan perempuan.
Terlepas dari aturan-aturan yang ketat, ada saat-saat ketika Gunung Athos membuat pengecualian. Perempuan dan anak-anak diperbolehkan memasuki tempat itu selama perang dan epidemi. Pada tahun 1347, Ratu Serbia Jelena Kantakuzin mencari perlindungan di gunung suci dari wabah besar. Dan Putri Serbia Mara Brankovic juga mendapatkan izin untuk mengunjungi beberapa biara di Athos untuk berdonasi.
Filsuf Prancis Maryse Choisy bahkan pernah menyamar sebagai anak laki-laki, dan menghabiskan beberapa waktu berkeliaran di sekitar Gunung Athos, sebelum dia ditemukan dan diusir. Untuk saat ini, para biarawan mengatakan bahwa hanya ada satu kondisi di mana hal itu bisa terjadi. Menurut Anthonian Pastor Christos Mitsios, larangan itu bisa dihapuskan jika manusia bisa kembali suci sebelum dosa awal mereka.
0 comments
Post a Comment